Pasca kemerdekaan RI pada tahun 1945, bangsa Indonesia mengalami perubahan yang
singnifikan dimana RI harus mampu menjalankan roda pemerintahan secara mandiri
lepas dari penjajah. Perubahan semacam itu tidak bisa di tampis oleh bangsa
ini, mau tidak mau bangsa ini harus menghadapi perubahan itu, dan cara yang
mujarab untuk megatasinya adalah dengan melakukan perubahan di segala bidang.
Hal ini sesuai dengan pemikiran Wise man :” Segala sesuatu di dunia ini selalu
mengalami perubahan kecuali perubahan itu sendiri”. Perubahan
tersebut menuntut adanya institusi atau lembaga-lembaga pemerintah Untuk
meregulasi roda pemerintahan modern sehingga RI mampu berdiri seyogyanya Negara
– Negara merdeka lainnya, apalagi dalam konteks ini salah satu syarat Negara
merdeka harus memiliki perangkat-perangkat pemerintahan yang dalam hal in
juga termasuk lembaga pemerintah. Lembaga-lembaga tersebut pasca kemerdekaan
dipandang sebagai “ institusional building”.
Melalui lembaga-lembaga inilah upaya untuk
memperbaiki atau memajukan masyarakat dapat berjalan secara efektif dan
efisien. Dalam hal ini, pemerintahlah yang bertindak sebagai aktor dari
lembaga-lembaga tersebut, pemerintah memiliki kekuasaan koersif atau kekuasaan
untuk memaksa masyarakat agar tujuan Negara dapat terelaisakan dengan efektif
sehingga tidak heran jika pemerintah mendapat julukan agen perubahan social “
change of instrument". Lembaga-lembaga tersebut dituntut mampu menciptakan
inovasi-inovasi guna menghadapi perubahan. Dalam hal ini, Pengembangan
kelembagaan merupakan salah satu cara untuk menginisiasi perubahan yang
selanjutnya diharapkan menjadi pendorong perubahan tersebut agar perubahan
tersebut berimplikasi positif bagai masyarakat.
Pada dasarnya, perubahan terjadi karena mengejar suatu nilai yang
lebih baik. Dimana semakin jauh atau modern suatu masyarakat maka nilai yang
akan dikejarnya pun akan semakin tinggi. Dan salah satu katalisator merubahnya suatu
nilai adalah informasi. Dalam melakukan perubahan tersebut, pada
perkembangannya ternyata bukan hanya pemerintah yang menjadi “change of
instrument”, tetapi rakyat yang selama ini menjadi objek pembangunan mampu
memaksa pemerintah melakukan perubahan sesuai keinginan rakyat sebagai bentuk
pelayanan untuk masyarakat, seperti pada zaman orde baru dimana kekuasaan
Soeharto lengser karena banyaknya desakan rakyat yang mengharapkan kebebasan
yang kemudian dituangkan dalam konsep reformasi. Sehingga dalam hal ini
lembaga-lembaga pemerintah dipandang sebagai “institusi development”.
Pada pasca
kemerdekaan nilai pemerintahan kita hanya memfokuskan pada tata pemerintahan
yang efektif untuk kesejahteraan rakyatnya dengan memperbaiki struktur, sistem
dan administrasi. Namun pada perkembangannya, nilai tersebut bergeser yang juga
menginginkan adanya efesiensi sehingga perubahan prilaku juga diperlukan. Hal
ini dikarekan nilai yang lama dipandang banyak memilki kekurangan yang
merugikan rakyat, seperti lambatnya birokrasi. Maka dari itu, lembaga-lembaga pemerintah
dituntut melakukan perubahan internal dalam struktur dan/maupun sistem dan
prilakunya. Dalam hal ini,
Pemerintah harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator dari pada inisiator
(yang condong otoriter karena kebijakan yang merupakan manefastasi dari
keinginan pemerintah), pemerintah harus mampu mewadahi keinginan publik
yang direalisasikan melalui pengembangan kelembagaan. Cara mengenternalisasi
ini bisa melalui konstitusi yang kemudian diselipkan pada lembaga-lembaga
negara yang memiliki kekuatan koersif untuk ditanamkan pada rakyat. Konstitusi
ini kemudian menjadi dasar untuk membuat program yang di dalamnya memuat
nilai-nilai yang ingin diinternalisasikan pada masyarakat.Nah di sinilah diperlukan peran
pengembangan kelembagaan. Perkembangan pemerintahan indonesia telah banyak
mengalami perubahan.
Semakin berkembangnya tata pemerintahan tersebut, mempertegas bahwa
pengembangan kelembagaan semakin diperlukan. Apalagi era reformasi dan otonomi
dan good governance. Yang meletakkan konsep kebebasan sebagai nilai
utama semakin memperumit sistem pemerintahan, sebab semakin muncul
masalah-masalah tata pemerintahan yang kompleks. Dalam hal ini dibutuhkan pengembangan kelembagaan untuk
menyimbangi perubahan yang terjadi. Milton j. Esman adalah tokoh yang membuat model untuk memahami proses
pengembangan kelembagaan, dia menjelaskan bahwa pengembangan lembaga dapat
dirumuskan sebagai perencanaan, penataan dan bimbingan untuk organisasi-organisasi
baru atau yang disusun kembali untuk:
(a) mewujudkan perubahan-perubahan dalam
nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik/sosial,
(b) menetapkan, mengembangkan dan
hubungan-hubungan normatif dan pola-pola tindakan yang baru,
(c) memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam
lingkungan tersebut”
Sedang kelembagaan menunjukkan
terciptanya hubungan-hubungan dan pola-pola tindakan normatif di dalam
organisasi maupun pada satuan-satuan sosial lainnya, serta diperolehnya
dukungan serta kelengkapan dari lingkungannya. Kelembagaan adalah kondisi akhir
sebagai variabel evaluatif untuk menilai keberhasilan pengembangan lembag
Pengembangan kelembagaan akan menghasilkan sebuah manfaat yang besar
apabila diimbangi oleh kondisi:
1. Pemerintah relatif memiliki jaringan kerja
administarsi yang lebih luas sampai ke pelosok dibanding organisasi swasta.
2. Pemerintah memiliki kekuasaan formal,
sehingga inovasi/perubahan pada tahap awal bisa memilih jalan coercien apabila
diperlukan.
3. Pemerintah relatif lebih
memiliki dana untuk memelihara keberlangsungan hidup lembaga sebelum lembaga
mampu membentuk dan memperkuat jaringan/kaitan-kaitan yang mampu membuatnya
terus hidup di masyaraka.
Disamping itu, keberhasilan pengembangan kelembagaan juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kepemimpinan, doktrin yang diberlakukan,
program-program yang dicanangkan, sumber daya baik itu sumber daya manusia
maupun sumber daya yang berhubungan dengan materi, struktur kerja yang
berhubungan dengan pembagian kerja ataupun tugas-tugas lainnya. Lingkungan juga
mempunyai peran penting dalam mewujudkan keberhasilan pengembangan ini . Kesiapan dari faktor-faktor itulah
yang menjadi tantangan bagi negara ini untuk melakukan pengembangan kelembagaan
yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan serta persoalan yang dihadapi
oleh bangsa ini.
Perubahan nilai dalam masyarakat
juga menjadi tuntutan adanya pengembangan kelembagaan, pengemab inilah
yang bertugas menyebarkan nilai tersebut kepada masyarakat secara umum. Maka
dari itu, untuk efektifitas internalisasi nilai tersebut kepada masyarakat
pengembangan kelembagaan harus bisa mempertimbangkan cara-cara/metode yang
sesuai dan mudah diterima oleh masyarakat, karena metode ini yang jugaa ikut
menentukan keberhasilan fungsi pengembangan kelembangaan, metode yang salah
akan menghasilkan problem baru yang berpotensi akan semakin salahnya suatu
penanganan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar