Bismillahirrahmanirrahim......Selamat Datang...Semoga Allah Memberkati :)

Selasa, 29 Maret 2011

Republikanisme Vs Pasar Bebas di Indonesia


Republikanisme berasal dari 2 kata yaitu res yang berarti kembali dan public yang berarti rakyat. Jadi republikanisme mengiginkan agar pemerintahan kembali pada rakyat seutuhnya, artinya rakyat dijadikan sumber hukum tertinggi dalam membuat dan melaksanakan kebijakan sehingga kehendak rakyat dapat terealisasikan. Negara Republik Indonesia ini lahir melalui proses konsolidasi politik, sosial dan budaya yang dilakukan oleh foundnig father bersama pejuang pemuda untuk melepaskan diri dan merdeka dari cengkraman kolonial  guna dapat hidup yang otonom dan mampu mengatur dirinya sendiri. Maka dari itu, republikanisme di Indonesia didasarkan pada alinea pertama UUD 1945 yang mengandung makna bahwa kebebasan rakyat menjadi hukum tertinggi dan keseweng-wenangan harus dihapuskan dan tidak dijadikan sebagai hukum tertinggi karena melanggar nilai-nilai kemanusian.
Republikanisme mempunyai element-element penting yang dijadikan sebagai ukuran untuk menilai negara yang mengimplementasikan makna republikanisme. Dimana element itu biasanya disebut dengan filasafat republikanisme yang berisi tentang:
  1. Arena politik bekerja untuk kebaikan publik dan keadilan sosial
  2. Berlakunya prinsip kebebasan non-dominan
  3. Res publika mengatasi Res privat
  4. Tindakan komunikatif sebagai aktivitas yang absah dalam areana politik
  5. Kehendak rakyar sebagai hukum tertinggi.
Selama ini republikanisme di indonesia masih belum bisa dimplementasikan dengan baik, republikanisme hanya dipandang sebagai sebuah konsep yang belum bisa terealisasikan oleh negara. Hal ini terbukti dengan banyaknya fenomena yang tidak mencerminkan adanya filsafat republikanisme, seperti adanya pasar bebas akibat globalisasi.
Globalisasi yang merupakan fenomena universal ditandai dengan adanya perluasan dan integritas ekonomi antara negara-negara yang ada di dunia baik negara berkembang ataupun negara maju. Integritas pasar tidak saja terjadi dari tingkat nasional ke lokal tetapi dari tingkat lokal dan nasional langsung ke tingkat internasioanl. Proses ekpansi pasar di seluruh wilayah penjuru dunia tersebut merupakan sebuah rekayasa sosial dengan skala besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya dengan menggunakan berbagai instrumen seperti ilmu pengetahuan, teknologi, institusi sosial, politik dan kebudayaan.
Perluasan pasar ini dilakukan secara liberalisasi dimana setiap negara bebas melakukan transaksi, berinteraksi dan menjalin kerjasama dalam lalu lintas dunia perdangangan sehingga mengakibatkan ketergantungan antar negara.  Dengan terciptaan ketergantungan ini menyebabkan indonesia tidak  bisa berkembang secara maksimal. Salah satu contoh dari ketergantungan tersebut adalah di Indonesia tergantung pada  ekspor minyak dan kayu mentah pada negara maju, di lain pihak Indonesia tidak diberikan kesempatan untuk mengelolah minyak dan kayu mentah itu menjadi barang jadi atau setengah jadi. Hal ini tentunya apabila terus berkelanjutan akan menimbulkan ketidakberdayaan indonesia seperti adanya krisis moneter yang dimulai tahun 1988 samapi sekarang sehingga negara-negara maju dengan mudahnya mampu mendominasi perekonomian indonesia dan tidak bisa dipungkiri bahwa mungkin negara maju tersebut akan bersikap sewenang-wenang terhadap negara kita. Hal ini tentunya tidak bisa mengembangkan kebebasan non dominasi seperti yang tercantum pada filsafat republikanisme, dimana kebebasan non dominasi merupakan kebebasan yang mengacu pada prinsip tidak andanya ketergantungan antar pihak satu dengan lain sehingga mengakibatkan keseweng-wenangan.
Pembangunan liberal yang terjadi di Indonesia berasumsi pada kesamaan dalam struktur berimbang antar semua lapisan masyarakat, namun pada prakteknya kebebasan pasar tidak memberikan jaminan yang kuat terhadap perekonomian negara kita terutama dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Hal ini dapat kita saksikan bahwa lapisan yang mimiliki akses mampu bermain disentral kekuasaan pasti memperoleh akumulasi keuntungan sedangkan rakyat kecil yang tidak memeiliki akses hanya mampu merasakan marginalisasi ekonomi. Dengan kata lain moderanisasi di indonesia ibarat pisau bermata dua, disatu sisi menjajikan terciptanya kesehteraan sedangkan disisi lain tidak mendatangkan keadilan. Belum lagi intervensi negara dibatasi karena dianggap mampu mendistorsi harga pasar dan hal ini tentunya, pasar bebas Indonesia hanya akan memperkuat katidakadilan sosial antara yang lemah (masyarakat) dan yang kuat (para pemilik modal) sehingga hal ini bisa menimbulkan tindakan kesewenang-wenangan pemilik modal dengan masyarakat kecil. Dengan begitu makna republikanisme hanya sebagai simbol yang diangung-angungkan oleh masyarakat, karena ternyata pasar bebas menimbulkan ketidakadilan sosial dan tidak menciptakan kebebasan non-dominasi masyarakat seperti yang tertera pada filsafat republikanisme.
Moderanisasi telah menciptakan dikotomi kehidupan antara lingkungan publik dan privat. Dimana privat mempunyai lembaga yang secara konkret berupa perkumpulan  kaum pemilik modal, birokrat pemerintahan dan profesi-profesi yang terorganisasi yang biasanya tidak memberdayakan individu. Di indonesia perdagangan bebas yang sedang melanda saat ini dinterperesentasikan secara kontradiktif, perdagangan bebas yang mensyaratkan adanya persaingan bebas dianggap tidak terpenuhi sebab berbagai bentuk monopoli, oligopoli, dan kolusi masih saja kerap terjadi. Hal ini terbukti pada zaman orde baru dimana pemerintah mengeluarkan INPRES 2/1996 dan KEPRES 42/1966 yang isinya memberikan hak kepada PT Timur Putra Nusantara untuk mengembangkan Mobil Nasional (Mobnas) dalam waktu kurun 3 tahun, PT ini mengimpor mobil Korea Selatan dengan bea masuk 0% sehingga harga mobilnya menjadi sangat murah dan hal ini tentunya mematikan pasaran mobil yang lain. Jadi meskipun Indonesia sudah terintegrasi dengan pasar dunia yang ”bebas” namun pada tingkat dalam negeri sistem perekonomian sangat tidak bebas.  Hal ini tentunya merupakan sebuah kontradiksi yang harus dikaji ulang, sebab di tanah air hak-hak istemewa hanya diberikan kepada pihak-pihak tertentu untuk memperoleh monopoli tanpa melalui mekanisme politik yang transparan sedangkan kelompok-kelompok kecil menjadi korban dari ekpansi pasar yang dikuasai oleh pemilik modal. Hal ini mencerminkan bahwa dengan adanya pasar bebas pemerintah yang berfunsi sebagai sebagai pengayom rakyat lebih memihak pada res privat dari pada res publik dan hal ini sama sekali tidak sesuai dengan filsafat republikanisme.
Keputusan yang dibuat oleh pemerintah  khususnya yang behubungan dengan  aspek ekonomi masih jauh dari transparan,hal ini terbukti tidak seringnya pemerintah dalam mengadakan diskusi publik karena dianggap tidak efektif dalam mengejar target pembangunan ekonomi yang merupakan tujuan dari adanya ekpansi pasar sehingga keputusan yang dibuat oleh pemerintah berada dibelakang diskusi publik dimana rakyat tidak diikutsertakan dalam memberikan opini terhadap kebijakan tersebut  dan hanya kaum elite yang terdiri dari pemilki modal yang diikutsertakan sehingga opini untuk membuat kebijakan tersebut hanya berasal dari opini eilte serta pada akhirnya rakyat yang berada dalam ketidaktahuan ini kembali menjadi korban tidak transaparansinya pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kurang melakukan tindakan komunikatif sebagai aktivitas yang sah dalam arena politik sesuai dengan salah satu pilar filsafat republikanisme.
Adanya ekpansi pasar mengakibatkan pembangunan di indonesia lebih mengarah pada peningkatan ekonomi. Dimana seluruh mekanisme pembangunan diarahkan pada pencapaian terhadap target-targaet tertentu yang berdasarkan pada efiseinsi,efektivitas dan nilai tambah yang akhirnya hal ini mampu mengorbankan nilai-nilai kemanusia seperti demokrasi sosial. Dengan begitu pembangunan ekonomi yang direalisasikan dengan cara pemberdayaan ekonomi juga mampu menciptakan ketidakberdayaan politis masyarakat lapisan bawah sehingga  pembangunan ekonomi hanya bisa dirasakan oleh lapisan yang memilki sumber daya politik. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan ungkapkan Aris Toteles yang menyatakan bahwa seseorang(masyarakat biasa) bisa meningkatkan kesejahteran hidupnya apabila dia terjun ke dunia politik dan berkecinambung didalamnya, karena dengan begitu dia mampu menguwujdkan keinginannya dan apabila masyarakat bawah tidak diberi kesempatan untuk ikut berpatisipasi dalam kanca politik maka dia tidak bisa melepaskan dirinya dari kemiskinan dan keterpurukan. Pembatasan partisipasi terhadap masyarakat dapat kita lihat dari fenomena pembatasan berdirinya partai-partai baru seperti yang dialami oleh Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas)dimana partai ini berencana mengadakan kongres pada tanggal 21 januari 2007 untuk memilih calon pimpinannya dan membahas strategi dalam memenangkan pemilu dibubarkan karena sulit untuk mendapatkan izin. Jadi pasar bebas dengan sendirinya mampu membatasi kebebasan politis dan menciptakan ketidakberdayaan politis masyarakat lapisan bawah untuk  bermain dalam kanca politik, karena kekuasan dipengang oleh para pemilik modal. Hal ini sama sekali tidak sesuai dengan filsafat republikanisme yang menjunjung tinggi demokrasi. Dimana demokrasi ini bersumber pada kehendak rakyat seperti yang tertuang pada salah satu filsafat republikanisme.
Kehendak rakyat yang menjadi salah satu pilar dari filsafat republikanisme juga belum terealisasikan dengan baik, rakyat yang menginginkan kebebasan dalam berbagai bidang mulai terkekang khususnya dalam bidang ekonomi, dan politik. Karena dengan adanya ekpansi pasar tersebut mengakibatkan pemilik modallah yang berkuasa sedangkan masyarakat kecil semakin tertindas sehingga keadilan yang didamba-dambakan oleh masyarkat tidak dapat tercipta. Dalam pasar bebas ini intervensi pemerintah juga sangat minim. Fungsi pemerintah sebagai distibutor tidak bekerja dengan baik sehingga pemerataan ekonomi antar semua lapisan masyarakat tidak menyebar secara menyeluruh dan dalam hal ini pemilik modal yang menikmati hasil perekonomian. Adanya kekuatan yang tumpang tindih ini menyebabkan elite-elite politik mempunyai akses untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan-kebijakan negara yang tentunya kebijakan tersebut didasarkan pada keuntungan dirinya atau kelompoknya tanpa menghiraukan kehendak rakyat. Hal ini sesuai dengan pendapat marx yang berpendapat bahwa dalam pemerintahan kekuasaan dipengang oleh kaum borjuis guna mempertahankan apa yang telah dimilkinya dan menambah modalnya sedangkan kaum proletar semakin terbelakang. Jadi ekpansi pasar yang ada di Indonesia sama tidak mencerminkan falsafat republikanisme yang mendasarkan kehendak rakyat sebagai hukum tertinggi.

.
Sumber:
1.      www.google.co.id/hamline.edu/apakabar/basisdata/1998/03/12/0072.html.
2.      www.google.co.id/overseasthinktankforindonesia.com/?p=199 - 34k.
3.      Nugroho, Heru. 2001.Negara, Pasar, dan Keadilan Sosial.Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset.
  











Tidak ada komentar:

Posting Komentar