Bismillahirrahmanirrahim......Selamat Datang...Semoga Allah Memberkati :)

Selasa, 29 Maret 2011

Catatan dan kesimpulan Kuliah Public Policy :))


“ Pendahuluan”
            Studi tentang Kebijakan Publik pada awalnya berkembang di negara-negara bersistem politik “barat”, yang bertumbuh seiring dengan peningkatan peran negara dan kesadaran politik masyarakatnya serta tuntutan profesionalisme birokrasi pemerintah. Berawal dari gerakan kesadaran untuki mengikis formalisme yang mengakibatkan kesenjangan tinggi antara kebijakan yang dirumuskan dengan implementasinya yang tidak efektif. Di Amerika Serikat, studi yang muncul sekitar pertengahan tahun 1960an / awal tahun 70an ini mendapat sambutan luar biasa secara global karena memang menjadi kebutuhan kebanyakan negara-negara yang bersendikan demokrasi dan pluralisme. Harapan terhadap efektifitas kebijakan yang dirumuskan oleh politisi maupun oleh/ bersama dengan birokrasi  tahun memperoleh solusi dengan kajian-kajian Public Policy karena pada dasarnya ini adalah studi yang menggabungkan antara demokratisasi proses dengan profesionalisme birokrasi, agar setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah lebih efektif. Proses demokratis akan melahirkan dukungan yang cukup, dan birokrasi profesional akan mendisain kebijakan secara cerdas dan tepat sasaran. Sayangnya harapan dan idealisasi tersebut seringkali terkendala oleh masih tingginya gejala formalisme birokrasi di Negara-negara Sedang Berkembang, yang mengakibatkan efektifitas kebijakan tersebut berhenti sebatas dokumen formal berkategori unsuccesfull implementations atau bahkan unimplemented. Untuk itulah maka studi tentang kebijakan masih dipandang relevan hingga sekarang, agar problem-problem publik yang diamanahkan masyarakat untuk memecahkan kesulitan dan kebutuhan mereka bisa lebih optimal dan efektif.

Sejarah.
      Pada awal kemunculannya Studi Kebijakan  masih merupakan bagian dari kajian ilmu politik, yang lebih memusatkan perhatian pada proses formulasi dan pemetaan aktor-aktor kebijakan serta kepentingan yang mereka bawakan. Kecenderungan “political heavy” masih sangat mewarnai awal kelahiran studi Kebijakan Publik, sehingga memunculkan 2 percabangan semu dengan adanya Kajian kebijakan dalam ilmu politik dan kajian Kebijakan ”dalam ilmu kebijakan”. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata percabangan semu itu tidak berkembang lebih lanjut, karena memang dari hulunya perbedaan dan keinginan pembedaan tersebut akan menyulitkan dalam pengembangan teori kebijakan dan pengukuran efektifitas suatu kebijakan. Dalam perkembangannya kemudian percabangan tersebut hanyalah pada tahapannya saja (sekuensial). Dalam format analisis kebijakan, menjadi Analysis for policy dan Analysis of policy. Analisis kebijakan publik sendiri pada dasarnya adalah merupakan bagian dari Studi Kebijakan Publik yang lebih memfokuskan diri pada upaya peningkatan efektifitas kebijakan di tingkat yang lebih operasional, seperti program-program dan kegiatan pemerintahan.  Sebagai suatu kajian ideal yang menggabungkan antara ilmu kebijakan dengan kebijaksanaan (Policy dan Wisdom) maka Kebijakan Publik membutuhkan manusia smart dan Wise, sehingga dapat memproses kebijakan dengan maksimal.

Definisi
     Willian Dunn mendefinisikan sebagai Disiplin ilmu sosial terapan yg menggunakan berbagai Metode , Argumen dan  Transformasi Informasi yang relevan, dalam suatu setting Politik untuk memecahkan Problem publik/ Kebijakan. Dengan kata lain komprehensifitas perspektif/ teori merupakan sarat mutlak  dalam kebijakan publik. Tidak kurang pentingnya adalah, sebagaimana disebut-sebut dalam definisi tersebut adalah: pemecahan problem publik/ kebijakan.  Dengan demikian sebuah kebijakan publik yang tidak mampu memecahkan problem bukanlah kebijakan publik yang benar. Lebih jauh Dunn mengemukakan kriteria “dalam setting politik “, yang berarti kebijakan tersebut sangat terikat nilai pada politik, karena esensi kebijakan publik adalah sebuah proses politik (yang ideal dan bijak). Kebijaksanaan yang cerdas dari sebuah proses kebijakan publik dapat dirujuk pada definisi Thomas R Dye, yang mendefinisikannya sebagai : apapun yang dipilih pemerintah untuk melakukan, atau tidak melakukan sesuatu (Anything government choose to do or not to do). Ini dapat diartikan bahwa mendiamkan sesuatu/ pembiaran juga berkategori kebijakan publik, manakala diprediksi (dianalisis) hal tersebut akan lebih buruk dampaknya apabila diambil suatu tindakan (kebijakan publik).

Latar Belakang  
 Perubahan peran pemerintah yang (naik memicu birokratisasi, atau turun memicu privatisasi) fluktuatif selalu terkait dengan 2 hal, yaitu perubahan komposisi/ konstelasi kekuatan politik dan perubahan kapasitas pemerintahan. Dalam perspektif “rasionalitas kebijakan” kehausan publik akan pelayanan yang optimal menuntut birokrasi pelayanan yang profesional. Hal yang dipicu kesadaran politik ini menjadi tidak mudah bagi birokrasi karena tingginya derajat kepentingan dan subyektifitas yang mungkin dibawa oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat yang mengtasnamakan publik tersebut. Oleh karenanya studi Kebijakan publik kemudian melahirkan kriteria “aplicability” dari setiap kebijakan yang didisain oleh pemerintah. Untuk mencapai derajat aplikabiliti yang memadai tersebut maka mau tidak mau dibutuhkan prasyarat komprehensifitas-komprehensifitas tertentu, terkait dengan teori, aktor/ kepentingan, dan solusi yang ditawarkan .
Kesimpulan:
-          Tujuan utama mempelajari kebijan public adalah mempertajam policy analist dalam diri pelajar.
-          Analisis kebijakan berangkat dari problem public.
-          Policy analist di sini adalah mencoba untuk mencari suatu solusi atau problem solving dari problem-problem public yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
-          Dengan adanya policy analist ini mampu memberikan politik advokasi kepada pihak terkait sehingga lebih jenih dalam melihat suatu kebijakan. Maka dari itu, policy analist sangat membutuhkan komprehensifilitas baik itu dari segi teori maupun solusi yang dapat memperkuat analisist.
-          Hal yang urgen dalam kebijakan public adalah ketidak adaan solusi tunggal, artinya dalam kebijan public tidak mengakui adanya solusi mutlak sebab kebijakan public melihat kebijakan bukan hanya dari satu aspek.
-            Pengertian kebijakan public:
a.       Willian Dun : disiplin ilmu social terapan yang menggunakan berbagai metode, argument dan transformasi yang relevan dalam suatu setting politik untuk memecahkan problem public/output dari kebijkan.
b.      Thomas R Dye : apapun yang dipilih pemerintah untuk melakukan sesuatu  ataupun tidak memilih seseuatu (Anything government choose to do or not todo)
Jadi jelas bahwa policy analist merupakan inti dari definisi kebijakan  public.
-          dalam konteks ini, analisis kebijakan di bedakan menjadi dua:
a.       analisis of policy : mencoba menganailisis kebijakan dengan menghubungkan atau mengintervensi kebijakan yang sudah ada. Lebih focus pada latar belakang munculnya kebijakan.
b.      Analisis for policy : menganalisis kebijakan dari sisi implikasi atau dampak kebijakan itu.
-          esinsi utama kebijakan public adalah : ouput proses politik. Dalam hal ini kebijakan publik mencoba memetakan (mapping) aktor, kepentingan, bargaining, ddl guna mendapatkan suatu keuntungan sehingga dapat diketahui who get, of what and how much.

Kesimpulan:
-          Kebijakan publik merupakan kebijakan yang tidak bebas nilai
-          kebijakan pada dasarnya di awali oleh kebijakan riset, hal ini dikarenakan kebijakan merupakan sebuah sains.
-          Untuk menghasilkan suatu kebijakan yang berkualitas diperlukan sinergitas yang baik antara logika dan wise/kebijaksanaan. Hal ini dikarenakan kadangkala logika bersifat lenier yang menciptakan resistensi dengan fakta. Maka tidak heran apabila suatu kebijakan menggunakan option/cara yang kedudukannya lebih rendah bila dilihat dari sisi logika dalam memecahkan problem publik. Dalam hal ini, wise/kebijaksanaan digunakan dengan mempertimbangkan aspek2 lain yang tidak berada di luar ranah logika seperti paa fakta  ataupun situasi dan kondisi yang ada di masyarakat.
-          Hal yang juga ikut mempengaruhi suatu kebijakan adalah sistem birokrasi yang ada. Birokrasi yang identik dengan gerakan rutinitas dianggap sebagai penganggu dari suatu kebijakan, hal ini dikarenakan sering kali gerakan rutinitas tersebut tidak kompeten dalam mengimplemntasikan suatu kebijakan sehingga otomatis tujuan dari kebijakan juga terhambat.
-          Demokrasi juga memberikan andil pada kualitas kebijakan. Sebab dalam konsep demokrasi mengimbau kebijakan melibatkan semua stakeholders sehingga segala prefensi mereka dapat terwakilkan dan akhirnya kebijakan bisa dirasakan semua lapisan masyarakat. Inilah yang oleh Gabriel Almond di sebut dengan civil culture yang merupakan manefestasi dari teori pluralitas yang bertujuan meningkatkan partisipasi publik.
-          Dalam kebijakan publik di sahkan adanya organisasi learning, yaitu memperbaiki kebijakan setelah melalui tahap evaluasi terhadap kebijakan yang dirasakan tidak memberikan feedback sesuai dengan harapan. Namun organisasi learning ini bukan berarti inkonsestensi kebijakan, dimana kebijakan tidak memilki arah yang jelas karena sering mendapatkan perubahan sehingga muncul kebingungan kebijakan. Biasanya inkonsestensi ini muncul karena adamya intervensi keperntingan.
-          Analisis kebijakan pada intinya mengharapkan adanya rekomendasi kebijakan yang dapat memperbaiki kualitas kebijakan.
-          Kesalahan yang sering terjadi dalam analisis kebijakan sebenarnya terletak pada kebijakan itu sendiri, karena kadangkala kebijakan tersebut memecahkan problem yang salah sehingga memunculkan problem yang lebih kompleks.
-           Dalam konteks ini, kebijakan berbicara pada tataran normatif, artinya kebijakan hanya ada di lingkup formal.
-          Pada intinya suatu kebijakan harus komprehensif  yaitu melibatkan semua stake holders, ada prespetif teroinya dan terakhir bisa memberikan problem solving.

Kesimpulan:
-          Wiliiam Dunn melihat kebijakan publik dari dua prespektif yaitu dari tataran aktivitas (perumusan masalah,forescating, etc) dan tataran output (agenda setting, formulasi kebijakan,ect) (slide 3)
-          Proses kebijakan publik: kebijakan publik berakar dari adanya suatu masalah yang kemudian berkembang menjadi sebuah isu yang akhirnya terwadahi dalam suatu agenda untuk diolah dan akhirnya dibahas untuk mencari problem solving yang kemudian di tuangkan dalam publik policy. Namun kadangkala policy tersebut malah menghasilkan problem baru sehingga diperlukan suatu evaluasi yang berbasis learning.
-          Suatu kebijakan di sebut kebijakan publik apabila memiliki karakteristik :
1.      target dari kebijakan tersebut adalah publik
2.      problem yang berkembang membutuhkan intervensi dari pemerintah dikarenakan publik tidak mampu menyelesaikan problem tersebut.
-          proses perumusan permasalahn kebijakan publik (slide 5) : urgenitas suatu kebijakan yang berkualitas terletak pada adanya subtantive problem yaitu merumuskan masalah dengan benar yang didukung oleh teori-teori. Kemudian setelah itu, baru dilakukan suatu spesifikasi problem. Idealnya spesifikasi problem berakhir dengan adanya formal problem yang bersifat kuantitatif (menemukan data-data/informasi) sehingga  akar problem diketahui dan akhirnya penentuan problem solving lebih mudah yang disusun berdasarkan prioritas, akar masalah menjadi prioritas pertama problem solving. Setelah kebijakan itu tersusun kemudian dibandingkan dengan situasi problem yaitu suatu indikator yang menentukan apakah kebijakan yang dihasilkan relevan ataukah tidak dengan fakta, ini diperlukan sebab suatu kebijakan kerap sekali tertinggal dari fakta/kebutuhan, artinya terdapat suatu disparitas antara perceived impact dengan actual impact. Maka dari itu dibutuhkan suatu revisi besar atau evaluasi yang disebut dengan konseptualisasi problem sehingga subtansive problem benar-benar terwujud dalam suatu kebijakan yang dapat menyelesaikan problem publik bukan malah menjadikan problem semakin kompleks.
-          Gambaran seperti diatas merupakan sebuah manefestasi dari sebuah metode yang disebut dengan metode ROCCIPI, sebuah metode yang digunakan untuk menentukan proses kebijakan publik yang ideal dengan membuat prioritas-prioritas problem solving.
-          Esiensi terpenting dari kebijakan publik adalah output yang dihasilkan bukan terfokus pada proses pembuatannya. Hal ini dikarenakan efkivitas output akan sangat mempengaruhi implementasi, maka dari itu dalam pembuatan kebijakan publik juga dibutuhkan suatu kearifan lokan atau local jenius.

 Referensi: Murni dari kuliah Public Policy yang diajarkan pak gitadi ma bu Erna:))


Tidak ada komentar:

Posting Komentar