Bismillahirrahmanirrahim......Selamat Datang...Semoga Allah Memberkati :)

Rabu, 18 Januari 2012

Mencoba menganalisis Economic Hit Man :)


Dalam buku Jonh Perkins yang berjudul Confenssion of an Economic Hit Man menjelaskan bahwa Economic hit man (EHM) merupakan istilah yang mengambarkan bagaimana profesioanal-profesional ekonom dicetak dan dibayar mahal oleh Amerika Serikat (AS) untuk menipu negara-negara miskin dan berkembang dengan cara memberikan utang yang sangat besar diluar kemampuan mereka untuk membayar sehingga pada akhirnya mereka berada dalam cengkraman AS yang bisa memenuhi kepentingan ekonomi, polotik, dan militernya. Dibuku itu Jonh Perkins menulis pengalaman pribadi john ketika menjadi seorang economic hit man (perusak ekonomi). Amerika Serikat masuk ke negara-negara tersebut melalui militernya juga bergedok pengusiran komunisme dimuka bumi walaupun pada faktanya hal ini hanya salah satu cara untuk mempermulus imperium Amerika. 
Pemerintah AS ingin mempertahankan dominasi ekonomi nomor satu di dunia dan tidak ingin negara-negara yang kaya dengan sumber daya alam jatuh ke tangan negara lain, terutama komunis. Setiap negara yang berhasil dibujuk untuk bekerja sama dengan mereka mengalami kerusakan lingkungan yang amat parah, rakyat semakin miskin, dan negara terjerat hutang milyaran dollar yang tidak akan pernah bisa dibayar kembali, akibatnya negara tersebut menjadi negara boneka yang siap diperah dan dikendalikan sesukannya, mulai dari pencabutan subsidi, privatisasi-privatisasi perusahaan yang mengelola hajat hidup orang banyak, akses penuh untuk menyedot kekayaan alam dalam bentuk kontrak-kontrak yang sangat tidak menguntungkan negara tertindas.  Presiden negara pengutang akan ditekan untuk mendukung kepentingan-kepentingan AS (misalnya menyediakan lokasi untuk pangkalan militer/mendukung voting pro AS di dewan keamanan PBB/menjual kekayaan alamnya). 
Pada dasarnya seorang EHM di latih untuk membangun imperium AS dengan tujuan semua sumber daya dunia dikuasai demi mempertahankan kebijakan luar negeri AS (yang oleh perkins disebut corporatocracy dengan pilar-pilarnya adalah korporasi besar, bank internasional, dan pemerintah Amerika). Dalam hal ini pemerintah AS tidak terjun secara langsung dia berlindung dibalik  perusahaan-perusahaan multinasional (seperti NSA, CIA) dan lembaga-lembaga keuangan internasional (seperti bank dunia dan IMF) untuk merengkut orang-orang potensial menjadi EHM yang kemudian mengirim mereka untuk bekerja pada perusahan-perusahaan konsultan swasta yang nantinya dikirim ke berbagai negara miskin atau berkembang untuk memprediksikan perkembangan negara melalui manipulasi ekonomi yang diserti pencurangan dan penipuan agar mereka mau menerima hutang, namun apabila EHM tertangkap  pemerintah AS tidak mengalami resiko apapun. Economic hit man bekerja laksana seorang konsultan ,kerja mereka mirip dengan mafia karena menggunakan segala cara termasuk cara kotor untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi AS, kemudian tugas mereka harus membangkrutkan negeri penerima utang. Setelah tersandera utang setinggi gunung, barulah si negara penerima dijadikan kuda yang dikendalikan sang kusir. Dalam hal ini, EHM berperan sebagai pihak ketiga, antara negara yang butuh bantuan (atau dipaksa membutuhkan bantuan pinjaman uang) dengan AS dan lembaga-lembaga donornya.
Pembentukan imperium terbesar di dunia ini sudah dikerjakan dari tahun 1950-an an sejak Perang Dunia ke II. EHM yang pertama adalah Roosevelt (cucu Teddy) yang berhasil menumbangkan pemerintahan Iran, hal ini menjadi awal era baru imperalisme yang menyalakan lautan api kekuasaan global bagi AS. Iran dengan pemerintahan Mossadegh diberi label komunis oleh CIA sehingga Roosevelt menumbangkan kekuasaan Mossadegah dan mengembalikan kekuasaan Shan sebagai raja di segala raja Iran. Kekuasaan Sah menjadikan Iran ke era modern dan menjadi boneka CIA. Namun hal ini ternyata menjadi bomerang tersendiri bagi Shah, karena akibat persahabatanya dengan AS dia dibenci oleh rakyatnya dan negara-negara Muslim lainnya (terkecuali israel yang juga bersahabat dengan AS). Pada akhirnya pemerintahan Shah tumbang akibat ulah pemberontak dari pemerintahannya.  

Perkins menjelaskan bagaimana cara EHM merusak ekonomi di negara-negara berkembang dan
 miskin demi mempertahankan corporatocracy untuk kekuasaan global AS. Adapun cara-caranya 
adalah:
1.      EHM menyalurkan hutang yang didanai oleh lembaga-lembaga keuangan internasional (bank dunia 
dan IMF) dengan jumlah yang sangat besar melebihi kemampuan mereka untuk mengembalikan. Selain
 itu EHM juga mer-kup sedemikian rupa agar hutang tersebut kembali kepada perusahaan AS untuk 
membangun infrastuktur seperti pelabuhan, jalan tol, sistem kelistrikan yang diprediksikan akan membawa
 keajaiban pembangunan. Prediksi tersebut sebenarnya hasil manipulasi yang ditutupi oleh gemerlap bujuk
 rayu EHM. Pada dasarnya penyediaan infrastruktur tersebut hanya melayani penduduk kaya negara 
tersebut sedangkan rakyat miskin hanya terus berkubang hidup dalam kemiskinan.
 Kemudian, negara tersebut dituntut membayar hutang  melebihi separuh budget mereka, hal ini tentunya
 merupakan beban berat bagi mereka sehingga mereka melalukakan kompensasi seperti kompensasi
 minyak sehingga minyak di negara tersebut akan dikuasai oleh perusahaan AS yang akhirnya 
keuntungannya mengalir pada pemerintah Amerika. Jadi EHM sebenarnya hanya merekayasa pemberian u
tang raksasa, dimana sebagian besar utang tersebut kembali ke AS sementara negara penghutang 
mendapat beban hutang dengan membayar bunga yang sangat besar sehingga akhirnya negara
 tersebut menjadi pelayan atau budak AS. Hal ini terjadi di Equador , negara yang oleh AS diyakini 
dapat menyaingi ladang minyak di Timur Tengah terlilit hutang yang sangat besar sehingga AS dengan 
mudahnya dapat mengerogoti minyak di negara ini. Untuk minyak mentah senilai $100 yang diambil dari
 hutan hujan Amazon, perusahaan minyak menerima $75, tiga perempat dari sisanya dibayar ke luar negeri,
 sebagian dari sisanya dipakai untuk menutup biaya militer dan biaya lainnya dan hanya 2,5% untuk 
kesehatan, pendidikan, dan bantuan bagi orang miskin.
2.      Apabila Negara-negara sasaran menolak menerima hutang tersebut, EHM mengeluarkan “the jackals” (serigala-serigala) yaitu CIA (Dinas Rahasia Amerika) dengan mengirimkan orang-orangnya masuk kesuatu negara tersebut, kemudian mencoba menggerakkan sebuah kudeta atau revolusi. Hal ini terjadi di Guatemala yang dipimpin oleh Jacobo Arebenz (1950-an), waktu itu hampir seluruh tanah di Guatemala dikuasai oleh segelintir orang  kaya yang salah satunya adalah United Fruit (milik George H.W.Bush) untuk menghilangkan sistem itu, Arbenz menetapkan program reformasi tanah yang menyeluruh. Namun hal ini tidak disambut baik oleh United Fruit yang selama ini telah menguasai perkebunan di Guatemala, United Fruit meluncurkan suatu kampanye yang bertujuan untuk menyakinkan masyarakat dan Kongres AS bahwa Arbenz adalah komplotan Rusia dan Guatemala merupakan satelit Soviet. Tahun 1954 CIA mengatur suatu kudeta yang mengebom Guatemala dan mengulingkan pemerintahan Arbenz yang kemudian digantikan oleh Kolonel Carlos Castilo seorang diktator sayap kanan yang mempunyai hubungan erat dengan CIA.
3.      Apabila langkah ketiga tersebut tidak berhasil, maka yang akan dilakukan oleh the jackals ialah operasi pembunuhan terhadap pemimpin negara seperti yang terjadi pada Ekuador (Jaime Roldos) dan presiden Panama (Omar Torrijos)  . Jaime Roldos yang menyerang perusahaan minyak yang dikuasai oleh AS di Equador, dia menetapkan suatu Undang-Undang hidrokarbon yang akan mereformasi hubungan negara dengan perusahaan minyak, dia juga mengusir Summer Institute of Linguistics yang dianggap berkolusi dengan perusahaan minyak. Hal ini membuat kebencian AS semakin menjadi-jadi dan pada tanggal 24 mei 1981 Roldos meninggal karena hilikopternya terbakar. Sedangkan Omar Torrijos adalah presiden Panama yang berprinsip kuat dan mampu mengeluarkan panama yang sekian lama diperintah oleh oligarki keluarga-keluarga kaya yang mempunyai hubungan erat dengan pemerintahan AS. Kepemimpinan Torrijos menegaskan bahwa panama mempunyai hak-hak untuk mengurus pemerintahan dan sumber dayanya sendiri, kebijakan-kebijakan yang ditawarkan oleh AS ditolak seperti penutupan School of American, pusat pelatihan perang US. Southern Command yang selama ini manjadi pusat militer AS untuk memerangi komunisme dan melindungi aset pemerintah AS di Panama. Omar juga berani mengambil resiko dengan lebih memilih bekerjasama dengan Jepang untuk pembangunan terusan dengan tidak mengikut sertakan perusahaan AS seperti Bechtel yang merupakan perusahaan rekayasa terkuat sedunia yang dipimpin oleh George shultz (Perdana Mentri Amerika). Kerjasama dengan jepang dan adanya perjanjian Torrijos-Carter yang menutup sekolah militer America membuat kemarahan AS memuncak dan akhirnya pada tanggal 31 Juli 1981 Omar Torrijos meningal dalam kecelakaan pesawat. Kematian dua pemimpin tersebut diduga kuat disebabkan oleh ulah-ulah “the jackals” yaitu agen CIA.
4.      Apabila langkah-langkah diatas juga tidak berhasil, maka yang akan dilakukan ialah mengirimkan orang-orang (tentara) untuk membunuh dan terbunuh atau perang. Seperti kasus Irak dimana Saddam Husein menolak untuk bekerjasama dengan AS dalam masalah perminyakan, srigala-srigala (agen CIA) mengirimkan pasukannya masuk irak untuk melakukan kudeta dan revolusioner. Sadam Husein yang memiliki bodyguards tangguh dan berlapis-lapis membuat kegagalan kudeta sehingga CIA melakukan cara terakhir yaitu perang.
Pengakuan Jonh Perkins dalam buku tersebut telah membuka mata setiap orang di dunia ini bahwa Teori konspirasi bukan lagi isapan jempol, tapi suatu kenyataan. Pengakuan ini semakin mempertegas kenyataan bahwa utang (pinjaman) luar negeri hanyalah alat negara-negara besar, seperti AS untuk menjajah negara-negara lain khususnya negara-negara miskin dan berkembang dan buku ini juga menambah bukti kolonialisme ekonomi yang sedang dilakukan oleh negara-negara adidaya melalui korporasi-korporasi raksasa. Amerika melakukan itu semua demi mempertahankan imperiumnya, namun imperium itu dibangun bukan melalui persaingan yang sehat dan jujur, tapi dengan cara-cara yang kotor. Mereka melakukannya melalui manipulasi ekonomi, kecurangan, penipuan, seks, merayu orang untuk mengikuti cara hidup Amerika dan lainnya. Amerika membuat jebakan terhadap negara-negara berkembang dengan cara menawarkan utang yang sangat besar diluar kemampuan  untuk membayarnya, dalihnya adalah untuk membawa keajaiban pertumbuhan ekonomi yang gemerlap, padahal alasan sebenarnya adalah membuat negara tersebut hancur dan diciptakan untuk terus bergantung kepada Amerika Serikat, kemudian sumber daya negara tersebut dikuras secara terus menerus dengan cara yang ‘kelihatannya’ sangat santun. Tujuan akhir program itu sendiri adalah membangun kerajaan dunia melalui penguasaan ekonomi melalui korporasi raksasa.
Fenomena semacam ini membenarkan teori ketergantungan yang Memandang negara dunia ketiga sebagai korban kekakuan faktor kelembagaan, politik dan ekonomi baik domestik maupun internasional sehingga menurut kelompok marxis kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara dunia ketiga merupakan fenomena yang disengaja oleh kebijakan-kebijakan kelompok negara kapitalis. Dengan pemberian hutang yang besar oleh Amerika kepada negara berkembang, menuntut negara penghutang untuk membayar separuh dari budget mereka yang disertai dengan bunga yang cukup tinggi sehingga akan membuat pertumbuhan ekonomi tidak stabil dan pendapatan nasional mereka menjadi menurun. Budget yang seharusnya untuk pembiayaan masyarakat seperti subsidi pendidikan, kesehatan harus rela dikurangi demi membayar hutang, bahkan mungkin dari 100% pendapatan yang diterima oleh negara dana untuk kesehatan dan pendidikan hanya 2,5 %. Kemelaratan dalam membayar  hutang ini dikompensasikan dalam bentuk pengerukan Sumber Daya Alam (seperti minyak, kayu, dll) yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Amerika.  Hal semacam ini akan berimbas pada masyarakat kecil yang akan terseret pada arus kemiskinan. Kemiskinan menurut Bank Dunia merupakan ketidakmampuan penduduk yang bersangkutan untuk memenuhi standart hidup minimum seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya, maka dari itu banyak penduduk di negara berkembang hidup dalam kemelaratan dan kelaparan. Dalam hal ini, yang bisa merasakan dari efek pembangunan hanyalah orang-orang kaya yang mempunyai kontribusi terhadap pemerintahan baik dalam bidang politik, ekonomi atau bidang-bidang lainnya. Distribusi pendapatan hanya mengalir di kalangan elite sedangkan rakyat kecil terus menderita sehingga kesenjangan pendapatan dapat terlihat dengan jelas.  Fakta menunjukkan bahwa lebih dari ¾ penduduk dunia tinggal di negara berkembang, namun mereka semua hanya menikmati 16% dari total pendapatan dunia—sedangkan 20% penduduk terkaya di dunia menikmati hampir sebesar 85% dari seluruh pendapatan global’ (United Nations Development Program).
Dengan adanya ketergantungan di Negara Dunia ketiga akan membawa masyarakat pada lingkaran setan utang luar negeri yang dielu-elukan oleh ideologi pembangunan. Lingkaran setan ini akan terus berputar dan sulit dihentikan sehingga Negara dunia ke tiga akan terus tercebur dalam kemiskinans. Mungkin siklusnya bisa dilihat seperti bagan dibawah ini.

Ketergantungan ini, juga mambuat Amerika menyajikan diri sebagai model yang wajib ditiru negara-negara periferal yang ingin maju. Jika itu dilakukan negara-negara Dunia Ketiga, tentu akan terjadi homogenisasi. Artinya segala hal dalam negara-negara Dunia Ketiga akan serupa dengan apa yang ada di Amerika . Bukan hanya struktur politik, ekonomi, dan sosial, tapi juga makanan yang disantap dan pakaian yang dikenakan. Beberapa pengkritik teori modernisasi menyatakan bahwa proses modernisasi dalam teori itu tidak lebih dari proses ”amerikaisasi”. Amerika yang memliki teknologi canggih menjadi sorotan dunia khusunya negara dunia ke tiga untuk bisa memodernkan  negaranya. Untuk menjadi modern secara ekonomi suatu negara diperlukan suatu sumber daya dana yang sangat besar. Salah satu jalan mendapatkan sumber daya dana tersebut adalah penanaman modal asing. Pada titik ini, Amerika menyediakan sumber dana berupa modal pinjaman yang besar dan menjanjikan membawa pada era yang modern, padahal pada akhirnya membuat negara-negara ketiga sangat bergantung pada Amerika.Teori ketergantungan atau dependensi ini fokus pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara-negara Dunia Ketiga. Teori ini mengungkapkan bagaimana dependensi negara Dunia Ketiga akan tercipta akibat adanya ketergantungan teknologi industri pada negara maju. Fluktuasi neraca pembayaran internasional juga akan sangat memengaruhi. Di sisi lain, negara maju kerap meraup keuntungan besar dari negara pinggiran dalam wujud biaya transportasi, pembayaran royalti, biaya bantuan teknis. Secara tegas, Theotonio Dos Santos dalam The Structure of Dependence menyatakan bahwa modal yang keluar dari negara pinggiran akan selalu lebih besar dari modal yang masuk.
Globalisasi merupakan aspek yang dipuja-puja oleh negara kapitalis (dalam hal ini Amerika Serikat) yang dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk mempercepat hegemonisasi dan cara untuk mempengaruhi negara berkembang untuk menerima utang dari Amerika. Globalisasi yang merupakan fenomena universal ditandai dengan adanya perluasan dan integritas ekonomi antara negara-negara yang ada di dunia baik negara berkembang ataupun negara maju. Proses ekpansi pasar di seluruh wilayah penjuru dunia tersebut merupakan sebuah rekayasa sosial dengan skala besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya dengan menggunakan berbagai instrumen seperti ilmu pengetahuan, teknologi, institusi sosial, politik dan kebudayaan. Perluasan pasar ini dilakukan secara liberalisasi dimana setiap negara bebas melakukan transaksi, berinteraksi dan menjalin kerjasama dalam lalu lintas dunia perdangangan sehingga mengakibatkan ketergantungan antar negara. Dengan kata lain globalisasi atau modernisasi khusunya di negara berkembang di ibarat pisau bermata dua, disatu sisi menjajikan terciptanya kesehteraan sedangkan disisi lain tidak mendatangkan keadilan. Adanya ekpansi pasar mengakibatkan pembangunan di Negara berkembang seperti indonesia lebih mengarah pada peningkatan ekonomi. Dimana seluruh mekanisme pembangunan diarahkan pada pencapaian terhadap target-targaet tertentu yang berdasarkan pada efiseinsi,efektivitas dan nilai tambah yang akhirnya hal ini mampu mengorbankan nilai-nilai kemanusia seperti demokrasi sosial.
Pinjaman luar negeri ini akan mempengaruhi kebijakan pemerintah penghutang di bidang ekonomi, termasuk kebijakan fiksal dan moneter. Kebijakan ini merupakan strategi yang dipakai oleh pemerintah untuk mengelolah perekonomian dalam mencapai tujuan ekonominya. Namun pada prakteknya, kerumitan ekonomi yang dialami oleh Negara-negara berkembang  dan terbukanya perekonomian pada pengaruh-pengaruh internasional mengakibatkan tidak konkritnya pencapaian semua tujuan yang diharapkan dan malah akan mengakibatkan krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti yang dihadapi oleh Indonesia (salah satu korban corporatocracy). Krisis moneter di Indonesia bermula dari turunnya nilai tukar rupiah pada Juli tahun 1997, sampai sekarangpun penyakit ini belum bisa disembuhkan oleh Negara ini. Alasan utama timbulnya krisis ini di Indonesia adalah semakin meningkatnya defisit neraca tahun yang berjalan yang tidak diimbangi dengan peningkatan surplus neraca kapital yang memadai. Selama masa pemerintahan Orde "Baru"1 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai  rata rata 7% pertahun. Selama 15 tahun terakhir penanaman modal asing tumbuh rata rata 23% pertahun dan hutang luar negri bertambah rata rata 14,8% pertahun. Dengan demikian pertumbuhan investasi modal asing dan  hutang luar negri lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi. Transaksi kegiatan ekonomi Indonesia dengan luar negri juga meningkat pesat; eksport barang dan jasa tumbuh sangat cepat hingga mencapai angka rata rata pertumbuhan 28% pertahun. Pesatnya kenaikan arus modal asing dan hutang luar negri mengakibatkan kenaikan pembayaran bunga dan cicilan dari modal asing dan hutang luar negri pada tahun berikutnya. Perkembangan2 ini mengakibatkan membengkaknya defisit "neraca tahun yang berjalan (current account)"  yang menyebabkan permintaan akan AS$ semakin membesar sehingga mendorong naik harga AS$ di dalam negri (www.google/file://localhost/D:/krismon/ini%20uey.htm).
Kondisi itu berarti mendorong  kebijakan moneter dan fiskal untuk menargetkan rentang tingkat inflasi yang dianggap memadai untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa menimbulkan ekses berlebihan, rentang defisit transaksi berjalan yang dapat mengurangi tekanan terhadap nilai tukar, serta tingkat utang luar negeri yang sustanaible. Di sektor moneter, harus dilakukan upaya-upaya untuk menyehatkan perbankan, mengurangi tekanan spekulasi dari non-residen melalui pembatasan transaksi forward dolar AS, memperbaiki struktur arus modal masuk melalui perbaikan iklim investasi dan makro ekonomi yang stabil, penerapan supervisi perbankan yang berwibawa harus semakin ditingkatkan. Sedangkan Kebijakan fiskal juga tampaknya akan diarahkan kepada efisiensi pengumpulan dan penggunaan dana, baik melalui perbaikan administrasi perpajakan, penerapan ukuran baru untuk menunjang kebijakan moneter, pengawasan ketat terhadap pinjaman pemerintah dan proyek yang berkaitan dengan pemerintah, sehingga usaha mempercepat pembayaran kembali utang pemerintah dengan menggunakan surplus anggaran atau hasil swastanisasi akan dengan sendirinya memberi ruang gerak bagi swasta untuk melakukan pinjaman yang lebih sehat.
Kerakusan Amerika dalam mempertahankan hegemoninya menimbulkan rasa kebencian masyarakat kecil yang negaranya menjadi korban sehingga menimbulkan adanya kelompok penentang hegemoni Amerika (yang oleh pihak Amerika disebut ”Teroris”). Masalah terorisme muncul kepermukaaan ternyata dikarenakan meluapnya kemarahan masyarakat dari negara yang menjadi korban dari kebijakan luar negeri Amerika. Terorisme ini awalnya muncul di kawasan Timur Tengah yang merupakan penyuplai minyak terbesar di dunia yang menjadi terget incaran Amerika. Dalam hal ini, Amerika sangat memerlukan pasokan minyak tertutama dari Arab Saudi untuk pertumbuhan industrinya, sedangkan pada sisi lain Arab Saudi sangat tergantung pada keterlibatan Amerika dalam bidang ekonomi, pertahanan dan keamanan. Bagi Amerika alasan minyak merupakan alasan penting, karena kapasitas produksi minyak Arab Saudi mampu menggoyang atau mengamankan pasar minyak global. Disamping itu Iran di bawah kepemimpinan Osama Bin Laden juga menjadi target incaran minyak Amerika, namun incaran tidak berhasil karena Osama bin Laden tidak mau bekerjasama dengan Amerika sehingga menimbulkan kemarahan bagi Amerika yang pada akhirnya berimbas pada peperangan. Fenomena yang seperti itu, menimbulkan pergejolakan bagi masyarakat Timur Tengah dan puncaknya penentangan hegemoninya ini terjadi pada tanggal 11 September 2001 yang menghancurkan menara kembar World Trade Center di New York dan gedung Pentagon di washington, di mana 15 dari 19 tersangka pelaku tindak terorisme itu adalah berwarganegara Arab Saudi. Masalah terorisme seperti ini akhirnnya berkembang pada negara-negara korban ketidak beradaban kebijakan Amerika seperti Indonesia.
Jadi yang menjadi tanda tanya besar dalam benak masyrakat apakah pinjaman luar negri membawa ke arah pembudakaan (ekploitasi )atau ke arah perbaikan ?? Dewasa ini hampir tidak ada lagi negara-negara berkembang yang dalam pembangunan ekonominya hanya mengandalkan pada sumber-sumber pembiayan sendiri tanpa bantuan luar negeri. Sebagian besar negara dunia ke tiga masih menganggap bantuan luar negeri itu penting sebagai untuk mempercepat laju pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.  Negara dunia ke tiga juga membutuhkan ilmu teknologi yang canggih dalam pengembangannya, dimana ilmu teknologi tersebut dikuasai oleh negara-negara maju seperti Amerika dan hanya dengan proses globalisasi dan moderinisasi negara dunia ke tiga bisa menikmati ilmu tekonolgi tersebut. Hal ini menurut saya sebenarnya hal yang wajar, namun dalam penerimaan arus dari luar negara dunia ke tiga seharusnya tidak serta merta langsung menelan tanpa melakukan pertimbangan matang-matang sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan kerugian yang bisa mengancam pemabngunan dan kredibilitas bangsa. Misalnya sebelum menerima utang luar negari, negara seharusnya melakukan pertimbangan-pertimbangan seperti: memproyeksikan secara teliti apakah utang tersebut bisa bermanfaat atau malah akan menengelamkan perekonomian dan disamping itu hendaknya pembiayaan infrastruktur yang dilakukan oleh pihak luar dibayar seseuai dengan mata uang negara berkembang. Terkait masalah globalisasi yang dibawa oleh negara-negara kapaitalis, seharusnya negara dunia ke tiga khususnya masyarakatnya  tetap berpengang teguh pada jati diri bangsa tanpa ikut-ikut model moderenisasi yang dapat menghilangkan konsep jati diri bangsa. Dalam hal ini, negara dan masyarakat dituntut untuk lebih jelih dalam mengambil sisi positif dari adanya globalisasi dan menbuang sisi negatifnya. Negara dunia ke tiga dalam hal ini dituntut untuk bisa mengeluarkan diri dari ketergantungan dengan negara-negara kapitalis.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar